Selasa, 16 Oktober 2012

Jokowi dan Janji Politiknya

Jokowi dan Janji Politiknya
Syahrul Kirom ;  Master Filsafat UGM Yogyakarta
MEDIA INDONESIA, 16 Oktober 2012



KEMARIN, tepatnya 15 Oktober 2012, pelan tikan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih Provinsi DKI Jakarta Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama dilaksanakan. Terpilihnya Jokowi dan Basuki menyiratkan secercah harapan dari janji-janji politik mereka untuk segera diimplementasikan dalam kinerja dan jabatan yang kini mulai dipegang untuk mengatasi persoalan di Ibu Kota Jakarta, mulai soal kemacetan, kesejahteraan buruh, hingga tempat penghijauan di Kota Jakarta, terutama terkait dengan upaya mengaktifkan kembali geliat perekonomian pasar tradisional dan membangun sistem ekonomi kerakyatan.

Pancasila sebagai pilar bangsa Indonesia harus dijadikan pegangan dalam mengupayakan pertumbuhan perekonomian untuk menjalankan roda sistem ekonomi di Jakarta, terutama untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Kemiskinan dan pengangguran yang semakin melebar disebabkan kurangnya menerapkan sistem ekonomi kerakyatan.

Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Fakta itu tampak jelas dalam stratifikasi sosial-ekonomi di Kota Jakarta, di antara mereka yang hidup di perumahan real estat dan mereka yang hidup di kolong jembatan serta sungai daerah Ibu Kota. Kesejahteraan dan kemakmuran hampir tidak merata. Salah satu faktornya ialah penguasaan oleh perseorangan, pengusaha, dan pemodal asing sehingga mereka bisa membuat mal-mal besar dan supermarket. Akhirnya pasar tradisional semakin tenggelam dan tidak memiliki posisi tawar dengan adanya mal-mal besar.

Sistem ekonomi liberal dan kapitalis ternyata justru memperburuk kondisi bangsa Indonesia. Melalui sistem dengan asas kapitalis, yang diuntungkan hanyalah pemodal dan pengusaha sehingga nilai-nilai individualistis lebih dikedepankan daripada melihat sisi-sisi kemanusiaan dalam membagi rezeki dengan yang lain.

Karena itu, untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran, saat ini diperlukan sistem ekonomi k kerakyatan yang berpedoman pada nilai-nilai Pan casila dalam kehidupan perekonomian di seluruh lapisan masyarakat Indonesia. hal itu di lakukan dengan asas kekeluargaan yang mencerminkan karakter bangsa Indonesia, dengan selalu mengedepankan sisi ekonomi ke manusiaan, sisi etika ekonomi, etika sosial dalam hubungan dengan yang lain, dalam konteks bisnis dan jual-beli dengan warga di Jakarta. Nilai-nilai kekeluargaan dan kebersamaan dalam menjaga perekonomian harus dilestarikan dengan tujuan pemerataan hak-hak ekonomi dengan rakyat kecil.

Konteks ekonomi kerakyatan ialah ekonomi yang lebih menitikberatkan falsafah hidup Pancasila sebagai landasan utama dalam menjalankan roda perekonomian, dengan selalu memegang teguh ekonomi kerakyatan sebagai manusia sosial, manusia beretika, dan manusia ekonom (homo economicus). Ketiga unsur itu harus dijaga dalam proses perekonomian di Ibu Kota sehingga dengan merevital isasi nilai-nilai ekonomi kerakyatan, kesejahteraan dan keadilan ekonomi sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat dicapai.

Sistem ekonomi kerakyatan sejatinya ingin mengajak para pelaku ekonomi selalu mengedepankan nilai-nilai moral yang berdasarkan pada asas kemanusiaan, bukan lebih mengedepankan keuntungan secara pribadi ataupun kelompok. Etika luhur harus dipakai dalam melaksanakan setiap bisnis sehingga nafsu serakah dan mendominasi dalam perekonomian perlu dihindarkan dan direduksi untuk mengurangi kemiskinan dan lebih mengedepankan unsur pemerataan hak-hak ekonomi warga Jakarta.

Pada Pasal 33 UUD 1945 telah dijelaskan, pertama, `Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan'. Kedua, `Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara'. Ketiga, `Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat'.

Pasal itu menegaskan segala sumber daya alam harus dipergunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia, termasuk pertambangan dan perminyakan yang ada di Indonesia. Hal itulah yang harus dijadikan perhatian oleh pengusaha pertambangan dan perminyakan serta pemerintah pusat, untuk selalu mengedepankan kepentingan warga daripada kepentingan pihak asing. Hajat kepentingan publik harus lebih didahulukan, hasil eksploitasi sumber daya alam harus diperuntukkan bagi masyarakat Indonesia.

Di samping itu, ekonomi kerakyatan juga berdasarkan sila kelima Pancasila, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di samping itu, Pasal 27 ayat 2 menjelaskan `Tiaptiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan'. Pasal 34 berbunyi, `Fakir miskin dan anal telantar dipelihara oleh negara'.

Dengan berpijak pada Pasal 27 dan 33, pemerintah sudah semestinya mampu menjamin hak atas pekerjaan dan kesejahteraan sosial masyarakat Indonesia sehingga kemiskinan dan pengangguran dapat diatasi. Itu jika pemerintah pusat dan daerah mau mengamalkan pasal tersebut dan sila kelima yang bersumber dari Pancasila dan UUD 1945. Kiranya, ekonomi kerakyatan sangat tepat diimplementasikan di Indonesia sebagai upaya untuk menyejahterakan dan memakmurkan seluruh rakyat Indonesia.

C Dyke dalam karyanya, Philosophy of Economics (1981), mengatakan seorang pengusaha dan investor sudah semestinya mampu mengimplementasikan prinsip utilitas sebagaimana yang digagas Adam Smith. Prinsip utilitas itu bertujuan menjelaskan segala bisnis pertambangan dan usaha perminyakan harus memberikan manfaat bagi kepentingan banyak orang, bukan untuk pemilik modal dan pengusahanya saja. Hal itulah yang perlu dipikirkan pelaku bisnis dan pengusaha. Asas pemerataan hak-hak ekonomi sekitar warga harus dijadikan prioritas utama.

Dengan demikian, kita berharap Jokowi sebagai Gubernur Provinsi DKI Jakarta mampu menepati janji-janji politiknya untuk selalu memperhatikan nasib `wong cilik'. Yakni, nasib pasar tradisional, nasib kesejahteraan masyarakat kecil, kemampuan menerapkan kebijakan yang berbasiskan nilai-nilai ekonomi kerakyatan dalam sistem pemerintahan di Jakarta, dan kemampuan dalam mengambil kebijakan makro dan mikro yang bersumberkan asas-asas ekonomi kerakyatan, terutama asas kekeluargaan yang mengandung keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Itu semua sebagai upaya dalam mengatasi kemiskinan, pengangguran, serta untuk mencapai taraf kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh warga Jakarta. Semoga.


◄ Newer Post Older Post ►