Kamis, 11 Oktober 2012

Ayo Berhenti Korupsi


Ayo Berhenti Korupsi
Ustaz Yusuf Mansur ;  Dai dan Pengasuh Pesantren Daarul Qur'an
REPUBLIKA, 10 Oktober 2012


Upaya pemberantasan korupsi selama ini tampaknya hanya terfokus pada angka-angka, tentang nilai rupiah, kerugian keuangan negara yang dirampok oleh para koruptor, atau keuangan negara yang berhasil diselamatkan oleh institusi-institusi penegak hukum. Padahal, yang paling menakutkan dari perilaku korupsi yang mewabah bak kanker ganas adalah datangnya laknat Allah. Karena, suatu bangsa yang hidup dengan kezaliman, pengkhianatan terhadap amanah, janji dan sumpah, pasti akan menerima laknat.

Pada situasi masih banyaknya rakyat yang miskin di negeri ini-angka resmi pemerintah menyebutkan, hampir 30 juta orang miskin dan 50 juta orang lagi yang mendekati miskin-perilaku korup tentunya bukan kejahatan biasa. Bukan juga kejahatan luar biasa (extraordinary crime), melainkan kejahatan terhadap kemanusiaan. Sehingga, hukuman mati bagi koruptor, seperti yang pernah mengemuka belakangan ini, patut untuk didukung.

Sa'di, penyair Muslim terkemuka dari negeri Iran yang hidup di abad ke-13 menulis puisi yang menggetarkan, Anak Adam satu badan satu jiwa. Tercipta dari asal yang sama. Bila satu anggota terluka, semua merasa terluka. Kau yang tak sedih atas luka manusia, tak layak menyandang gelar manusia.

Mereka yang berpesta pora dengan hasil merampok uang rakyat miskin yang setiap malam menggeletar karena lapar, yang hidup dari mengais sisa-sisa makanan di pembuangan sampah, yang berpanas terik menjadi kuli galian, yang berkeringat jagung memikul beban puluhan kilo di pelabuhan, kata Sa'di, tak pantas menyandang gelar manusia, bukan lagi manusia.

Akan tetapi, seperti yang tertulis pada awal tulisan ini, ada ancaman yang lebih mengerikan dari sekadar kerugian berupa angka-angka rupiah dan dolar yang dirampok oleh para pejabat dan kroni-kroni mereka itu. Yaitu, kengerian dicabutnya “berkah“ dari negeri ini. Dan, bahkan yang lebih dahsyat dari itu, ditimpakannya laknat Allah, murka Allah, malapetaka, akibat kezaliman yang sudah merajalela.

Kerugian jika laknat Allah terjadi, tentunya tak dapat lagi terukur dengan angka-angka. Allah SWT mengingatkan, “Dan takutlah kamu terhadap datangnya fitnah, yang jika itu terjadi, tidak hanya akan menimpa orang-orang yang zalim di antara kamu saja“ (QS al-Anfal [8]: 25)

Kita harus waspada. Pertama, karena para pejabat publik di negeri ini dilantik dengan sumpah dan janji yang selalu membawa nama Tuhan. Secara berkelakar kadang-kadang saya membayangkan, untunglah bukan saya yang jadi Tuhan.
 
Karena, kalau saya, pasti sudah saya patahkan leher para pejabat yang seenaknya bersumpah dan berjanji atas nama Tuhan untuk tidak menerima janji ataupun hadiah, kemudian tanpa sedikit pun ragu malah merampok setiap hari.
Untunglah Tuhan itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang sehingga kita diberikan waktu untuk memperbaiki keadaan sampai waktu tertentu.

Kedua, korupsi di negeri ini sudah menjadi budaya. Korupsi bukan hanya perilaku elite, yang terbatas kepada mereka yang punya akses terhadap kekuasaan semata, tapi sudah menjadi perilaku dan sikap mental yang entah bagaimana prosesnya terjadi, telah mewabah sampai ke tingkat paling bawah.
 
Sogok-menyogok di jalanan, di kantor kelurahan, di kantor polisi, sudah menjadi rahasia umum. Dan, masyarakat sepertinya sudah permisif, bisa menerima budaya suap ini sebagai sesuatu yang biasa. Ini sungguh-sungguh menyedihkan dan sekaligus mengkhawatirkan karena mengandung potensi murka dan laknat Allah.

Ketiga, para koruptor, dengan sedikit kamuflase “kedermawanan“, dapat secara mudah diterima oleh masyarakat, bahkan tidak sedikit yang tetap menyandang predikat pemimpin masyarakat. Hukuman sosial terhadap para pelaku korupsi belum terjadi. Kita patut curiga, jangan-jangan memang masyarakat kita tidak memandang perilaku korupsi sebagai kejahatan sehingga jika ada pejabat yang tertangkap, hanya dianggap sebagai kesialan semata.

Fungsi dan Peran

Saya mencoba untuk tidak terjebak pada hiruk-pikuk perseteruan KPK vs Polri yang heboh belakangan ini. Karena, menurut saya, hal itu tidak substansial, melainkan lebih pada efek lemahnya kepemimpinan dari kedua institusi penegak hukum tersebut. Juga lemahnya kepemimpinan pada level yang lebih tinggi, yaitu presiden.

Cara presiden menyelesaikan perseteruan pada tahap awal di acara buka puasa bersama di Mabes Polri justru menambah keruwetan. Cara terakhir dengan membiarkan ketegangan sampai memuncak, baru kemudian turun tangan seolah-olah membela KPK, juga bukan cara-cara yang bijak. Menurut saya, jika memang kebijakan yang diambil presiden itu sudah menjadi sikap beliau sejak awal, penyelesaiannya cukup hanya dengan satu panggilan telepon ke Kapolri-just a phone call-dan selesai.

Saya justru ingin mengingatkan KPK bahwa selama ini yang mereka lakukan dengan hanya sibuk menangkapi para koruptor yang kebetulan bernasib sial, hanyalah ibarat berburu di kebun binatang. Tak ada hebatnya, tak ada istimewanya. Bahkan, dengan mata ter tutup, tinggal tembakan senjata ke mana saja, pasti akan ada yang tertembak.

Begitu juga di negeri yang memang sarang koruptor, pernah menjadi peringkat teratas dunia dalam korupsi. Maka, upaya menangkap satu dua koruptor yang sial, yang bodoh, yang baru belajar, dan dengan terpaksa harus melepas sebagian besar dari mereka karena sudah sangat terlatih, tersistem, terorganisasi dengan baik, tampaknya, tidak menghasilkan pesan yang kuat untuk “Ayo berhenti korupsi”, melainkan “Pintar-pintar, ya kalau korupsi”.

Saya ingin membantu KPK dan Polri dengan mengimbau semuanya, termasuk seluruh rakyat Indonesia dari presiden sampai ketua RT, terutama diri saya sendiri. Ayo kita berhenti korupsi, ayo kita bangun kesadaran bahwa bangsa ini tidak akan pernah maju, tidak akan pernah jaya kalau terus-menerus korupsi.

Dan, yang lebih penting, “ayo berhenti korupsi” supaya Allah SWT tidak sampai harus memutuskan, menimpakan laknat, malapetaka, dan bencana atas bangsa ini. Na’uzu billaahi min dzalik.  Jangan lupa semua elemen berdoa agar Indonesia bebas korupsi dan tidak perlu laknat Allah turun. Setiap habis shalat satu kali Fatihah khusus.
◄ Newer Post Older Post ►